Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis). Dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian setiap perubahan, baik sumberdaya, kondisi maupun jasa-jasa yang ada di wilayah perencanaan akan terpantau dan terkontrol secara baik.
Menurut Gunn (1994), penerapan SIG mempunyai kemampuan luas dalam proses pemetaan dan analisis sehingga teknologi tersebut sering dipakai dalam proses perencanaan lanskap. Selain itu, ia menyatakan bahwa pemanfaatan SIG dapat meningkatkan efisiensi waktu dan ketelitian .
Dalam merencanakan lanskap kawasan pesisir , hendaknya disinergiskan dengan kebutuhan lokal dan menjadikan kearifan lokal sebagai konsep dasar perencanaan. Perencanaan lanskap wisata dimaksudkan untuk mencari obyek-obyek wisata yang baru maupun mengembangkan obyek-obyek ataupun lanskap kawasan wisata yang ada agar sesuai dengan peruntukan dan daya dukung yang ada.
Daya dukung kawasan wisata pesisir berbeda dengan kawasan wisata yang lainnya karena kawasan pesisir sangat rentan terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan daya dukung ekologi (lingkungan). Ekosistem pesisir sangat berkaitan satu dengan lainnya. Misalnya pembangunan / pengembangan lanskap kawasan wisata pesisir (daratan) dapat mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung sumberdaya pesisir yang ada di lautan. Pencemaran lingkungan dari kegiatan pembangunan maupun wisata itu sendiri dapat mengubah kehidupan (ekosistem) di daerah pesisir. Oleh karena itu dalam perencanaan regional lanskap kawasan wisata pesisir harus memperhitungkan kemampuan daya dukung tersebut.
Lanskap Wisata
Kawasan pesisir merupakan kawasan yang unik karena kawasan tersebut terdiri dari komponen daratan dan lautan. Komponen daratannya berubah-ubah tergantung dari pasang surut demikian juga komponen lautannya. Pada saat ini kita membatasi pada komponen daratannya (landscape) yang unik bukan komponen lautannya (seascape). Namun demikian, pembahasan lanskap kawasan wisata pesisir tidak berarti mengabaikan kondisi (ekosistem) lautannya karena keterkaitan ekosistem yang ada di pesisir. Menurut Rachman (1984) lanskap (landscape) adalah wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi ini dengan segala kehidupan dan apa saja yang ada di dalamnya, baik bersifat alami ataupun buatan manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Wajah, karakter lahan serta kehidupan pesisir sangat unik. Oleh karena keunikan tersebut, lanskap kawasan pesisir sangat cocok dikembangkan untuk obyek wisata.
Dalam perencanaan landskap kawasan wisata pesisir, seorang perencana selain harus memahami keinginan atau naluri manusia (keharmonisan dalam memanfaatkan pesisir) serta alam pesisirnya namun juga memahami karakter lanskap. Karakter lanskap merupakan wujud dari keharmonisan atau kesatuan yang muncul diantara elemen-elemen alam pesisir tersebut. Tipe karakter lanskap kawasan pesisir meliputi hutan bakau, tambak, estuaria, dan gumuk pasir. Alam pesisir tersebut memiliki sifat, bentuk dan kekuatan yang berbeda-beda. Sifat alam pesisir meliputi penguapan, suhu musiman dan salinitas estuarinya. Bentuk lanskap kawasan pesisir antara lain dataran pesisir, danau, gumuk pasir, tambak dan topografi yang dominan lainnya. Sedangkan kekuatan alam pesisir meliputi angin, pasut, ombak, arus laut, erosi, radiasi matahari, serta sinar bulan. Keindahan lanskap pesisir bervariasi mulai dari yang halus, seperti hembusan angin laut. hingga yang dinamis dan keras seperti ombak.
Pengembangan lanskap wisata pesisir dapat ditinjau dari sifat-sifat, bentuk-bentuk maupun kekuatan-kekuatan alam pesisir tersebut. Misalnya ditinjau dari kekuatan pesisir, telah dikembangkan kegiatan pesisir dari pola pasang surut (Tidal Flat) di Korea, yaitu Desain Program Ekowisata Tingkat Pasang Surut Laut (Tidal Flat) Kanghwa, Korea. Masing-masing sifat, bentuk, dan kekuatan pesisir tersebut sebenarnya memiliki keunikan.
Menurut Simmonds(1994), ada empat cara untuk mengembangkan lanskap alami apapun, yaitu : (1) pertahankan bentuk alam (preservation); (2) pengrusakan bentuk alam (destruction); (3) modifikasi bentuk alam (alteration); (4) penonjolan bentuk alam (accentuation). Namun demikian pengembangan lanskap kawasan pesisir harus lebih hati-hati karena kawasan pesisir rentan terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan ekosistemnya. Pengembangan kawasan pesisir harus mengikuti pola keberlanjutan dan keterpaduan agar pemanfaatan kawasan pesisir tersebut tidak merugikan satu sama lainnya. Keberlanjutan mengandung makna integritas lingkungan, perbaikan kualitas hidup, serta keadilan antar generasi. Sedangkan keterpaduan yang dimaksud di sini adalah keterpaduan perencanaan antara nasional, propinsi, regional, dan lokal maupun keterpaduan perencanaan antar sektor pada tiap-tiap tingkat pemerintahan, seperti keterpaduan antara sektor pariwisata dan sektor perikanan di tingkat regional.